Kontroversi Penghapusan Pasal 65 dalam RUU TNI

Sejumlah pakar hukum dan pengamat militer mengkritik penghapusan Pasal 65 dalam Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Mereka menilai bahwa perubahan ini bisa berdampak negatif terhadap supremasi sipil dalam demokrasi Indonesia.

Salah satu kritik utama adalah bahwa penghapusan pasal ini berpotensi mengaburkan batas antara peran militer dan hukum sipil, yang selama ini dijaga ketat sejak era reformasi. NAGAGG

“Penghapusan Pasal 65 bisa membuka celah bagi ketidakjelasan dalam yurisdiksi militer dan sipil, serta berpotensi melemahkan kontrol sipil terhadap militer,” ujar seorang pakar hukum tata negara.

Selain itu, para kritikus juga menyinggung kasus yang melibatkan bos rental mobil sebagai contoh bagaimana peran hukum militer bisa menjadi perdebatan ketika bersinggungan dengan warga sipil.

Apa Itu Pasal 65 dalam UU TNI?

Pasal 65 dalam Undang-Undang TNI mengatur bahwa:

Prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di pengadilan sipil.
Kasus hukum yang tidak berkaitan dengan tugas militer tetap berada di bawah yurisdiksi peradilan umum.
Memastikan kontrol sipil atas hukum militer, sehingga tidak ada penyalahgunaan kekuasaan di internal institusi TNI.

Namun, dalam RUU TNI yang baru, Pasal 65 rencananya akan dihapus, yang memunculkan berbagai kekhawatiran terkait akuntabilitas hukum bagi prajurit TNI.

Kaitan dengan Kasus Bos Rental Mobil

Pakar hukum mengaitkan kritik terhadap penghapusan Pasal 65 dengan kasus bos rental mobil yang baru-baru ini menjadi sorotan. Dalam kasus tersebut:

1️⃣ Melibatkan Oknum Militer

  • Kasus ini diduga melibatkan anggota TNI, yang menimbulkan perdebatan apakah kasus tersebut harus diadili di peradilan sipil atau militer.

2️⃣ Potensi Ketidakjelasan Hukum

  • Jika Pasal 65 dihapus, dikhawatirkan anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum akan lebih sulit diadili di pengadilan sipil, sehingga menghambat akses keadilan bagi warga sipil yang menjadi korban.

3️⃣ Preseden Buruk bagi Supremasi Sipil

  • Kasus ini dinilai sebagai contoh konkret mengapa Pasal 65 seharusnya tetap dipertahankan, agar hukum tetap bisa ditegakkan secara adil tanpa pengecualian bagi oknum militer.

“Jika Pasal 65 dihapus, maka akan semakin sulit bagi warga sipil untuk mendapatkan keadilan ketika berhadapan dengan oknum TNI dalam kasus hukum,” ujar seorang akademisi hukum.

Dampak Penghapusan Pasal 65 dalam RUU TNI

Sejumlah konsekuensi yang dikhawatirkan jika Pasal 65 dihapus antara lain:

Melemahkan Kontrol Sipil atas Militer

  • Salah satu tujuan utama reformasi adalah memastikan bahwa militer tunduk pada hukum sipil, bukan hanya aturan internal mereka sendiri.
  • Jika Pasal 65 dihapus, dikhawatirkan anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum tidak bisa diadili di pengadilan sipil.

Potensi Impunitas bagi Oknum TNI

  • Dengan dihapuskannya Pasal 65, ada risiko penegakan hukum menjadi lebih longgar bagi anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum.
  • Hal ini bisa berakibat pada kesulitan bagi korban untuk mendapatkan keadilan, terutama jika kasus-kasus seperti pemerasan, penganiayaan, atau tindak pidana ekonomi dilakukan oleh oknum militer.

Bertentangan dengan Prinsip Demokrasi

  • Banyak negara demokrasi modern menempatkan militer di bawah supremasi hukum sipil untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
  • Jika Indonesia menghapus Pasal 65, dikhawatirkan akan terjadi kemunduran dalam prinsip demokrasi dan reformasi militer.

Bagaimana Sikap Pemerintah terhadap Kontroversi Ini?

Pemerintah hingga saat ini masih mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak terkait revisi RUU TNI ini. Namun, beberapa langkah yang mungkin diambil antara lain:

🔹 Evaluasi ulang penghapusan Pasal 65 berdasarkan masukan dari akademisi dan organisasi sipil.
🔹 Membuat mekanisme yang lebih jelas terkait perbedaan yurisdiksi peradilan militer dan sipil agar tidak menimbulkan celah hukum.
🔹 Menjaga keseimbangan antara reformasi militer dan penegakan hukum, sehingga tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil.

“Kami akan menampung aspirasi dan memastikan bahwa revisi UU ini tetap sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi hukum,” ujar salah satu perwakilan pemerintah.

Kesimpulan

Penghapusan Pasal 65 dalam RUU TNI menuai kritik dari berbagai kalangan, karena dianggap berpotensi melemahkan supremasi sipil dan memperumit penegakan hukum bagi prajurit yang melakukan tindak pidana umum.

Kasus bos rental mobil menjadi contoh nyata bagaimana aturan ini sangat penting untuk memastikan bahwa warga sipil tetap memiliki akses keadilan dalam kasus yang melibatkan oknum TNI.

Kini, publik menunggu bagaimana sikap pemerintah dalam menyikapi kritik ini, serta apakah Pasal 65 tetap akan dihapus atau direvisi demi menjaga keseimbangan antara reformasi militer dan supremasi hukum di Indonesia.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *