
Kasus pemerasan yang melibatkan aparat kepolisian kembali mencuat dan menimbulkan keprihatinan masyarakat. Salah satu nama yang disorot adalah AKBP Bintoro, yang diduga menerima lebih dari Rp100 juta dari korban dalam kasus pemerasan yang terjadi saat Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 berlangsung. Insiden ini mencoreng nama baik institusi penegak hukum di Indonesia. NAGAGG
Rincian Kasus
Pada Desember 2024, DWP, festival musik elektronik internasional, menarik perhatian ribuan pengunjung. Namun, beberapa oknum kepolisian diduga memanfaatkan momen ini untuk melakukan pemerasan terhadap penonton, dengan dalih adanya pelanggaran hukum, terutama terkait narkoba.
AKBP Bintoro, yang menjabat sebagai salah satu perwira tinggi di Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, disebut menerima uang dalam jumlah besar sebagai hasil pemerasan tersebut. Total uang yang diterimanya dikabarkan mencapai lebih dari Rp100 juta, berasal dari sejumlah korban yang dipaksa untuk “menyelesaikan” masalah mereka di luar proses hukum.
Modus Operandi
Modus operandi yang dilakukan cukup sistematis. Para pelaku menargetkan penonton, terutama warga negara asing, dengan tuduhan palsu terkait penyalahgunaan narkoba. Korban kemudian diancam dengan hukuman berat, kecuali mereka membayar sejumlah uang untuk “membebaskan” diri mereka.
Dalam penyelidikan internal, ditemukan bahwa AKBP Bintoro tidak hanya mengetahui praktik ini, tetapi juga turut mengambil keuntungan secara langsung. Hal ini menambah keprihatinan terhadap integritas kepolisian dalam menjalankan tugasnya.
Tindakan Hukum terhadap AKBP Bintoro
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah memulai penyelidikan mendalam terhadap AKBP Bintoro dan sejumlah anggota yang diduga terlibat. Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menegaskan bahwa Polri tidak akan mentoleransi tindakan yang mencoreng nama baik institusi.
Selain AKBP Bintoro, beberapa anggota lain juga diduga terlibat dalam pemerasan ini. Tindakan tegas berupa sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) akan diberikan kepada siapa saja yang terbukti bersalah.
Reaksi Publik
Kasus ini memicu kemarahan dan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja institusi kepolisian. Banyak pihak menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini. Kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum kembali dipertaruhkan.
Para pengamat juga menilai bahwa kasus ini menunjukkan perlunya reformasi mendalam di tubuh kepolisian, khususnya dalam pengawasan internal dan pembinaan etika profesi.
Dampak dan Implikasi
Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi kepolisian, tetapi juga memengaruhi citra Indonesia di mata internasional. Sebagai salah satu destinasi wisata, insiden seperti ini dapat mengurangi kepercayaan wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia.
Djakarta Warehouse Project, yang selama ini dikenal sebagai acara berskala internasional, juga terancam kehilangan reputasi akibat peristiwa ini. Penyelenggara diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak keamanan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Langkah-Langkah Pemulihan
Untuk memulihkan kepercayaan publik, Polri perlu mengambil langkah-langkah strategis:
- Penegakan Hukum yang Tegas: Memastikan semua pelaku, tanpa memandang jabatan, diberikan hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
- Reformasi Internal: Meningkatkan pengawasan terhadap anggota dan menerapkan pelatihan etika secara berkala.
- Komunikasi Transparan: Membuka perkembangan penyelidikan kepada publik untuk menunjukkan komitmen terhadap keadilan.
Kesimpulan
Kasus yang melibatkan AKBP Bintoro dan dugaan penerimaan uang lebih dari Rp100 juta dari hasil pemerasan menunjukkan adanya masalah serius dalam institusi penegak hukum. Langkah tegas yang diambil oleh Polri diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku dan memulihkan kepercayaan publik terhadap aparat kepolisian. Masyarakat menunggu tindakan nyata yang dapat mencegah kejadian serupa di masa depan.
Tinggalkan Balasan