Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Jawa Timur kembali mendapat sorotan setelah ditemukan pelanggaran di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS). Tujuh TPS di provinsi ini akan menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) akibat berbagai masalah yang ditemukan selama proses pemungutan suara, salah satunya adalah pengerahan santri di bawah umur untuk mencoblos. NAGAGG

Temuan Pengerahan Santri di Bawah Umur

Kasus yang mencuat ini berawal dari laporan adanya santri yang belum memenuhi syarat usia untuk memilih, namun diduga ikut mencoblos dalam Pilkada. Santri tersebut disebut-sebut telah dibawa ke TPS oleh oknum tertentu untuk memberikan suara pada Pilkada. Hal ini menjadi perhatian karena melibatkan pelanggaran serius terkait syarat pemilih yang harus berusia minimal 17 tahun.

“Kami menemukan adanya indikasi pelanggaran yang melibatkan sejumlah santri yang belum cukup umur. Proses PSU ini diperlukan untuk memastikan bahwa Pilkada berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar seorang pejabat KPU setempat.

PSU Diperlukan untuk Menjaga Keabsahan Pilkada

Sebagai bentuk respons atas temuan ini, KPU Jawa Timur memutuskan untuk mengadakan PSU di tujuh TPS yang terindikasi terlibat dalam pelanggaran tersebut. PSU ini akan dilaksanakan untuk memastikan agar suara yang sah dapat dihitung dengan tepat, dan agar hasil Pilkada di daerah tersebut tetap sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selain masalah santri di bawah umur, ditemukan juga beberapa kejanggalan lainnya seperti ketidaksesuaian data pemilih dan sejumlah surat suara yang dianggap tidak sah.

Proses Hukum dan Tindak Lanjut

Pihak berwenang telah mengambil langkah tegas untuk menyelidiki dugaan pelanggaran ini. Pengerahan santri yang belum memenuhi syarat usia untuk memilih dapat dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum, dan jika terbukti, oknum yang terlibat dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Kami akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa pelanggaran semacam ini tidak terjadi lagi. Kami juga mengimbau agar masyarakat tetap mematuhi ketentuan yang ada agar Pilkada berjalan dengan adil dan transparan,” kata seorang anggota Bawaslu.

Reaksi Masyarakat dan Dampaknya

Kasus ini mendapat reaksi keras dari sejumlah pihak, terutama masyarakat yang menganggap bahwa pelanggaran semacam ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pilkada. Masyarakat berharap agar proses Pilkada di masa depan dapat lebih ketat dalam pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang.

“Jika ini tidak ditindak tegas, kepercayaan masyarakat terhadap Pilkada bisa tergerus. Harus ada pembenahan dalam sistem pengawasan,” kata seorang warga yang turut serta dalam pemantauan Pilkada.

Kesimpulan

Pilkada 2024 di Jawa Timur menghadapi tantangan serius setelah temuan adanya pelanggaran terkait pengerahan santri di bawah umur untuk mencoblos. Tujuh TPS yang terindikasi melakukan pelanggaran akan menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk memastikan hasil Pilkada tetap sah. Proses hukum akan terus berlangsung untuk menindak oknum yang terlibat dalam pelanggaran tersebut, dengan harapan agar Pilkada bisa berjalan dengan lebih adil dan transparan ke depannya.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *